Tema: Penataan Ruang dalam Pengelolaan Sumber Daya
Alam Air di Lampung Barat
Pendahuluan
Terlebih
dahulu, perlu diperjelas pengertian sumberdaya air yang dimaksud di dalam essay
ini, untuk membedakannya dengan pengertian sumber air, dan air itu sendiri sebagai
bahan baku potensial yang dimanfaatkan untuk kegiatan sosial dan ekonomi
masyarakat. Pembedaan pengertian terhadap ketiga unsur tersebut
akan memberikan pengertian terhadap pola pengelolaannya.
Pengertian
sumberdaya air di sini adalah kemampuan dan kapasitas potensi air yang dapat
dimanfaatkan oleh kegiatan manusia untuk kegiatan sosial ekonomi. Terdapat
berbagai jenis sumber air yang
umumnya dimanfaatkan oleh masyarakat, seperti air laut, air hujan, air tanah,
dan air permukaan. Dari
keempat jenis air tersebut, sejauh ini air permukaan merupakan sumber air tawar
yang terbesar digunakan
oleh masyarakat Indonesia. Untuk itu, air permukaan yang umumnya
dijumpai di sungai, danau, dan waduk
buatan akan menjadi perhatian utama dalam diskusi pada kesempatan ini.
UUD 1945 Pasal 33 ayat (3)
menyebutkan bahwa pendayagunaan sumber daya air harus ditujukan untuk
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pengertian yang terkandung di dalam
amanat tersebut adalah bahwa negara bertanggungjawab terhadap ketersediaan dan
pendistribusian potensi sumberdaya air bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dengan demikian pemanfaatan potensi
sumberdaya air harus direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi
prinsip-prinsip kemanfaatan, keadilan, kemandirian, kelestarian dan keberlanjutan.
Sumberdaya
air sebagai bagian dari sumberdaya alam (natural resources), di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN) 1999 – 2004 disebutkan diarahkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi
dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan
ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang yang dalam
pengusahaannya
diatur dengan undang-undang.
Berdasarkan
hal tersebut dalam salah satu rumusan dari 7 (tujuh) misi penyelenggaraan tugas
Kementerian Pekerjaan Umum melalui
Kimpraswil (Kebijakan dan Program Terpadu Bidang
Permukiman dan
Prasarana Wilayah)
di dalam mencapai visi Kementerian
adalah “Penyelenggaraan permukiman, prasarana wilayah dan sumber daya air yang
berwawasan lingkungan dan berdasarkan penataan ruang”. Dengan demikian misi Kementerian Kimpraswil ini memberikan
pengertian bahwa dalam rangka melaksanakan tugas pembangunan yang diamanatkan
oleh GBHN 1999-2004 tentang pengelolaan potensi sumberdaya air harus dilandaskan
pada aspek penataan ruang, yang secara kebetulan bidang penataan ruang di Kementerian
Kimpraswil berada dalam satu Direktorat Jenderal, yakni Direktorat Jenderal
Penataan Ruang.
Kebijaksanaan dasar yang diterapkan dalam
pengelolaan sumber daya air adalah:
1. Pengelolaan sumberdaya
air secara nasional harus dilakukan secara holistik, terencana, dan
berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan nasional dan melestarikan lingkungan,
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan menjaga kesatuan dan ketahanan
nasional.
2. Pengelolaan sumberdaya
air harus dilakukan secara terdesentralisasi
dengan berdasar atas daerah pengaliran sungai (DPS) sebagai satu
kesatuan wilayah pembinaan.
3. Pengelolaan sumber
daya air harus berdasar prinsip partisipasi dengan melibatkan masyarakat dalam
pengambilan keputusan dalam seluruh aspek kegiatan (perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, pengendalian dan pembiayaan) untuk mendorong tumbuhnya komitmen
semua pihak yang berkepentingan.
4. Pengelolaan sumber
daya air diprioritaskan pada sungai-sungai strategis bagi perkembangan ekonomi,
kesatuan, dan ketahanan nasional dengan memperhatikan tingkat perkembangan
sosio-ekonomi daerah, tuntutan kebutuhan serta tingkat pemanfatan dan
ketersediaan air.
Masyarakat
yang memperoleh manfaat/kenikmatan atas air dan sumber-sumber air secara
bertahap wajib menanggung biaya pengelolaan sumber daya air (users pay and cost
recovery principles).
Kondisi sumber daya air di
wilayah Lampung barat
DATA UNDP tahun 2004 menyatakan
separuh penduduk Indonesia tidak mampu memperoleh air bersih dan sanitasi yang layak. Bahkan, tahun 2011 ada sejumlah
daerah di Indonesia yang mengalami krisis air bersih akibat kemarau berkepanjangan. Tentu kondisi ini sangat memprihatinkan jika melihat betapa pentingnya
air bersih bagi kelangsungan masyarakat yang sehat. Salah satu
daerah yang dilanda krisis air bersih adalah Lampung Barat. Posisi geografis Lampung Barat
berada di bagian Barat Provinsi Lampung, berbatasan dengan laut lepas (Samudera
Hindia), menjadi hulu dari sungai-sungai besar yang mengalir ke wilayah
Provinsi Lampung serta mempunyai topografi yang sangat fluktuatif, mulai dari
datar (pantai) sampai begelombang (gunung dan perbukitan). Meskipun
Lampung Barat terletak di wilayah yang cukup unik, permasalahan krisis air
bersih masih menghantui masyarakat sekitar.
Dalam
rangka mendukung ketahanan pangan di Lampung Barat Dinas Pekerjaan Umum
melaksanakan Program Pembangunan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan
Jaringan Pengairan Lainnya. Jaringan irigasi yang ada di Kabupaten Lampung
Barat umumnya mempunyai jenis irigasi sederhana/desa yang disebabkan oleh
kondisi Lampung Barat yang berbukit-bukit dan tersebar di hampir seluruh
Kabupaten Lampung Barat.
Tabel :
Kondisi irigasi desa Kabupaten Lampung Barat tahun 2007-2009
NO
|
KONDISI IRIGASI DESA
|
Tahun (Ha)
|
||
2007
|
2008
|
2009
|
||
1
|
Baik/Baik Sekali
|
2.444,08
|
3.004,08
|
3218,18
|
2
|
Sedang
|
9.642,61
|
9.186,61
|
9130.33
|
3
|
Rusak/Kritis
|
2.475,24
|
2.375,24
|
2213.41
|
|
TOTAL
|
14.561,93
|
14.561,93
|
14.561,93
|
Tabel : Kondisi irigasi teknis Kabupaten
Lampung Barat tahun 2007-2009
NO
|
KONDISI IRIGASI Teknis
|
Tahun (Ha)
|
||
2007
|
2008
|
2009
|
||
1
|
Baik/Baik Sekali
|
3.055
|
2.553
|
2.853
|
2
|
Sedang
|
867
|
1.369
|
2.675,23
|
3
|
Rusak/Kritis
|
110
|
110
|
636,25
|
|
TOTAL
|
4.032
|
4.032
|
4.032
|
Dari sajian data diatas, dapat kita lihat
bahwa terus terjadi peningkatan kondisi irigasi baik irigasi desa maupun
irigasi teknis sehingga target produksi pangan dapat meningkat sehingga
terwujud program ketahanan pangan nasional. Kabupaten
Lampung Barat sebagian besar berada di daerah pesisir pantai sehingga banyak
daerah yang terancam abrasi pantai dan merupakan daerah yang rentan terhadap
gelombang pasang sehubungan dengan issue pemanasan global dunia. Wilayah
Lampung Barat juga banyak memiliki sungai-sungai yang pada saat musim penghujan
mengancam permukiman, persawahan dan prasarana transportasi yang pada akhirnya
akan menghambat aktifitas penunjang kegiatan perekonomian dan mobilisasi barang
dan manusia.
Latar belakang masalah
Sumberdaya air sangat penting
bagi kehidupan
manusia dan makhluk hidup
lainnya. Saat ini kebutuhan akan air bersih, baik kualitas maupun
kuantitasnya, semakin meningkat seiring
pertambahan jumlah
penduduk. Walaupun wilayah Indonesia memiliki 6% dari persediaan
air dunia atau sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik, namun kelangkaan dan kesulitan
mendapatkan air bersih dan layak pakai menjadi permasalahan yang mulai munculdi
banyak tempat dan semakin menggejala dari tahun ke tahun. Kecenderungan
konsumsi air naik secara drastis, sedangkan
ketersediaan air bersih cenderung menurun akibat kerusakan alam dan pencemaran.
Kondisi yang sama
dialami juga oleh penduduk di wilayah Lampung Barat.
Walaupun memiliki sejumlah potensi sumberdaya air yang besar, namun kesulitan
untuk mendapatkan air bersih dan layak pakai masih terjadi di beberapa tempat. Selain faktor musim; kekeringan berkepanjangan, faktor dari manusianya
juga mempengaruhi; privatisasi air bersih oleh pihak swasta dan pencemaran
lingkungan serta eksploitasi sumber daya alam air yang berlebihan oleh
masyarakat sekitar.
Issues pengelolaan sumber daya
air
1. Secara umum masalah pengelolaan sumberdaya air dapat dilihat dari kelemahan
mempertahankan sasaran manfaat pengelolaan sumberdaya air dalam hal
pengendalian banjir dan penyediaan air baku bagi kegiatan domestik,
municipal, dan industri.
2. Masalah pengendalian
banjir sebagai bagian dari upaya pengelolaan pengelolaan sumberdaya air, sering
mendapatkan hambatan karena adanya pemukiman padat di sepanjang sungai yang
cenderung mengakibatkan terhambatnya aliran sungai karena banyaknya sampah
domestik yang dibuang ke badan sungai sehingga mengakibatkan berkurangnya daya
tampung sungai untuk mengalirkan air yang datang akibat curah hujan yang tinggi
di daerah hulu.
3. Pada sisi lain penyediaan
air baku yang dibutuhkan bagi kegiatan rumah tangga, perkotaan dan industri
sering mendapatkan gangguan secara kuantitas–dalam arti terjadinya penurunan
debit air baku akibat terjadinya pembukaan lahan-lahan baru bagi pemukiman baru
di daerah hulu yang berakibat pada pengurangan luas catchment area sebagai
sumber penyedia air baku. Disamping itu, secara kualitas penyediaan air baku
sering tidak memenuhi standar karena adanya pencemaran air sungai oleh limbah
rumah tangga, perkotaan, dan industri.
4. Dengan diberlakukannya
Undang-undang 22/1999 tentang Otonomi Daerah, masalah pengelolaan sumberdaya
air ini menjadi lebih kompleks mengingat Satuan Wilayah Sungai (SWS) atau
Daerah Pengaliran Sungai (DPS) secara teknis tidak dibatasi oleh batas-batas
administratif tetapi oleh batas-batas fungsional, sehingga dengan demikian
masalah koordinasi antar daerah otonom yang berada dalam satu SWS atau DPS
menjadi sangat penting dalam pengelolaan sumberdaya air.
5. Perubahan peran Pemerintah dari institusi penyedia jasa
(service provider) menjadi institusi pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha
(enabler) agar memiliki kemampuan dalam menyediakan kebutuhan air dan menunjang
kegiatan usahanya secara mandiri dan berkelanjutan, sehingga perlu adanya
upaya-upaya pemberdayaan masyarakat pengguna air untuk mengelola dan
melestarikan potensi-potensi sumber daya air.
6. Pengelolaan sumberdaya
air menghadapi berbagai persoalan yang berhubungan berbagai macam penggunaan
dari berbagai macam sektor (pertanian, perikanan, industri, perkotaan, tenaga
listrik, perhubungan, pariwisata, dan lain-lain) baik yang berada di hulu
maupun di hilir cenderung semakin meningkat baik secara kuantitas maupun
kualitas. Hal ini telah banyak menimbulkan dispute antar sektor maupun antar
wilayah, yang pada dasarnya merupakan cerminan dari adanya conflict of
interests yang tajam serta tidak berjalannya fungsi koordinasi yang baik. Pengelolaan sumberdaya air secara berkelanjutan
berdasarkan strategi pemanfaatan ruang yang banyak ditentukan oleh
karakteristik sumber daya air.
Penataan ruang dalam
pengelolaan sumber daya alam air di wilayah Lampung barat
1. Proses penataan ruang
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kegiatan permukiman dan
pengelolaan sumberdaya air. Mengacu kepada Undang-undang No. 24 tahun 1992
tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa penataan ruang mencakup pengembangan
lahan, air, udara dan sumberdaya lainnya. Dengan demikian pengelolaan
sumberdaya air adalah bagian dari penataan ruang.
2. Secara prinsip,
sasaran strategis pengelolaan potensi sumberdaya air adalah menjaga
keberlanjutan dan ketersediaan potensi sumberdaya air melalui upaya konservasi
dan pengendalian kualitas sumber air baku. Sasaran strategis tersebut ditempuh
melalui 4 (empat) tahapan yang saling terkait, yaitu perencanaan, pemanfaatan,
perlindungan, dan pengendalian.
3.
Pendekatan penataan ruang yang bertujuan untuk
mengatur hubungan antar berbagai kegiatan dengan fungsi ruang guna tercapainya
pemanfaatan sumberdaya alam secara efisien, produktif dan berkelanjutan
merupakan pendekatan yang fundamental di dalam pengelolaan sumberdaya air
sebagai bagian dari sumberdaya alam, terutama di dalam meletakkan sasaran
fungsional konservasi dan keseimbangan neraca air (water balance).
4.
Didalam UU Nomor 24/1992 tentang Penataan Ruang, terdapat
hirarki perencanaan berdasarkan skala yang berbeda meliputi : Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP), Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten dan Kota (RTRWK). Selain itu, dikenal pula adanya
rencana-rencana tata ruang yang sifatnya strategis-fungsional, seperti Rencana
Tata Ruang Pulau, Rencana Tata Ruang Kawasan, hingga Rencana Detail Tata Ruang
Kota.
5.
Untuk skala Nasional, RTRWN memberikan arahan makro
dalam pengelolaan sumber daya air, dimana pengembangan sumber daya air harus
selaras dengan pengembangan kawasan permukiman dan kawasan andalan.
Pengembangan sumber daya air harus memperhatikan keseimbangan antara supply dan
demand dalam mendukung aktivitas ekonomi pada kawasan-kawasan tersebut.
6.
Untuk skala Pulau, maka Rencana Tata Ruang Pulau
memberikan arahan bahwa pengembangan sumber daya air harus selaras dengan
sistem kota-kota (pusat-pusat permukiman), mengingat sistem dan hirarki
kota-kota memberikan implikasi pada pola pengembangan sumber daya air.
7.
Untuk skala Propinsi, RTRWP memberikan arahan bahwa
pengembangan sumber daya air bukan hanya penting untuk mendukung kawasan
permukiman, namun lebih diprioritaskan untuk mendukung pengembangan
kawasan-kawasan strategis dalam lingkup Propinsi, misalnya kawasan strategis
pertanian, industri, pariwisata, dan sebagainya.
8.
Untuk skala kawasan, dapat
dilakukan Zonasi seperti wilayah Jabotabek, yaitu :
a. Zona I merupakan zona
rendah sepanjang garis pantai, seringkali banjir, memiliki tanah yang lembek
dan adanya intrusi air laut ke air bawah tanah
b. Zona II merupakan zona
rendah, beresiko banjir, baik untuk budidaya tanaman pangan, dan air tanah yang
sensitif (rawan) terhadap polusi
c. Zona III merupakan
zona datar dengan muka tanah yang relatif tinggi, memiliki slope cukup,
kualitas air tanah yang baik, dan tidak ada resiko banjir, walaupun kerap
tergenang.
d. Zona IV merupakan zona
berbukit, berlokasi pada dataran agak tinggi, tidak ada resiko banjir maupun
genangan, lahan relatif subur, namun ketersediaan air tanah sedikit karena
merupakan daerah tangkapan air (catchment area) bagi zona I, II, dan III.
e. Zona V merupakan zona
pegunungan dengan kelerengan (slope) yang tinggi dan kecepatan aliran permukaan
(fast flowing surface water) yang tinggi pula
9.
Untuk lingkup Kabupaten dan Kota, Rencana Tata Ruang
Wilayah mengatur alokasi ruang bagi sektor-sektor. Analisa neraca air (water
balance) sangat penting berdasarkan ketersediaan seluruh potensi sumber daya
air serta kebutuhan akan air (baik untuk sektor, permukiman perkotaan, maupun
perdesaan).
Kesimpulan
Pengelolaan sumber daya alam
air yang tepat merupakan hal
yang sangat fundamental dalam pengelolaan sumber daya air bersih, dimana proses perencanaan,
pemanfaatan, perlindungan dan pengendalian dilaksanakan secara terpadu,
menyeluruh, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan dengan daerah pengelolaan
air sebagai satu
kesatuan pengelolaan terpadu dengan memperhatikan sistem pemerintahan yang
berlaku. Sehingga dapat menciptakan suatu penataan ruang dalam
pengelolaan sumberdaya alam air yang tepat demi keberlangsungan hidup
masyarakat sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kehutanan.“Panduan
Perlindungan Sumberdaya Air” Metode Deliniasi-Zonasi Dan Sumur Resapan. Bahan materi kuliah geografi sumber daya alam, minggu
6. Universitas Negeri Malang
Sari Astuti, Ike. 2012. “Sumber Daya Air : Potensi,
Sebaran dan Permasalahan”. Materi disampaikan dalam kuliah geografi sumber daya
alam, Minggu 6, GEP
469. Malang. Universitas Negeri Malang
Indra
Gumay
Yudha, M.Si.(staf
pengajar PS Budidaya Perairan, FP, Universitas Lampung) Email:
indra_gumay@yahoo.com
“Sumberdaya Air Di Provinsi
Lampung”. www.scribd.com
(diakses tanggal 2 Mei 2012)
Bahaya Krisis Air. http://www.lampungpost.com/surat-pembaca/30149-bahaya-krisis-air.html
(diakses tanggal 2 Mei 2012)
Radar Lampung; Pemkot Soroti Krisis Air Bersih
http://180.235.150.118/read/bandarlampung/37405-pemkot-soroti-krisis-air-bersih
(diakses tanggal 2 Mei 2012)
Pembangunan Jaringan Air Bersih http://www.lampungbarat.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1126&Itemid=142
(diakses tanggal 2 Mei 2012)
Geliat Pembangunan
Fisik Di Kabupaten Lambar, Infrastruktur Bagus Pelaksanaan Pembangunan Lancar http://www.lampungbarat.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1656&Itemid=1(diakses tanggal 2 Mei 2012)
Kementerian
Pekerjaan Umum.“Kimpraswil (Kebijakan dan Program Terpadu Bidang
Permukiman dan
Prasarana Wilayah)”. www.pu.go.id/ (diakses tanggal 2 Mei 2012)
Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN) 1999-2004
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3)
0 komentar:
Posting Komentar